Era teknologi dan informasi saat ini telah merubah wajah sains menjadi lebih ramah. Sains bukan lagi menjadi bagian dari orang-orang berkacamata tebal dengan pakaian yang tidak trendy yang gemar membawa buku tebal dan menghabiskan waktu untuk tenggelam di dalamnya pada ruang-ruang sunyi. Sains telah menjadi “cairan amnion” yang mengitari dan memberikan nutrisi bagi pemikiran kita. Lihat saja, hampir semua media - baik cetak maupun online - menyediakan ruang khusus untuk berita-berita sains. Sains tidak lagi ditulis dengan bahasa yang ketat serta istilah-istilah yang sukar, tetapi isi sains telah dikemas dengan bahasa narasi layaknya sebuah karya sastra sehingga mudah dicerna oleh pemikiran yang awam sains sekalipun. Setiap saat, kita bisa membaca berita tentang lingkungan, biologi, fisika, kimia dengan santai ditemani secangkir kopi dan sepotong pisang goreng di pagi yang cerah. Sains telah menjadi kebutuhan masyarakat modern saat ini. Tak perlu strata pendidikan yang terlalu
Andai Charles Darwin tidak memutuskan keluar dari sekolah dokternya di Eindenburgh University, mungkin saja buku The Origin of Species tidak pernah ada dalam sejarah pemikiran sains dan diperdebatkan banyak orang hingga saat ini. Mungkin saja Charles Darwin sudah menjadi seorang dokter di Shropshire dan sibuk memberikan pertolongan medis bagi orang-orang miskin. Atau, tidak perlu ada orang seperti Harun Yahya untuk membantah teori evolusi dengan tulisan-tulisan yang sarat dengan emosi serta kesalahan logika semacam argumentum ad hominem. Andaikan Robert Darwin tidak mendaftarkan anaknya pada Christ’s College , Cambridge Univerity untuk menjadi seorang pendeta, mungkin saja buku The Origin of Species tidak pernah ada. Keputusan Robert Darwin memasukan anaknya ke sekolah pendeta pada akhirnya mempertemukan Charles Darwin dengan seorang pendeta yang juga adalah profesor botani, John Steven Henslow. Pendeta Henslow adalah orang yang merekomendasikan Charles Darwin muda, saat it