Terlahir
sebagai bayi yang normal, Arthur Keller dan Kate Adams tidak pernah
menyangka kalau bayi kecil mereka akan menjadi seorang gadis buta dan
tuli. Tuscumbia – kota kecil di Alabama utara – pada tanggal 27 Juni 1880
menjadi saksi sejarah tangisan pertama bayi Hellen Keller yang kelak
dari kegelapan dunianya lahir karya-karya yang mencerahkan. Sang bayi
kecil hanya mampu menjadi sempurna selama 19 bulan, sebelum penyakit
misterius merenggut penglihatan dan pendengarannya.
Dunia
seketika menjadi begitu gelap dan sunyi, ketika Keller memasuki usia 19
bulan. Waktu yang terlalu pendek bagi hipokampus dan amygdala, bagian
otak yang berperan sebagai memori, untuk menyimpang pengalaman visual
dan auditoris bayi Keller. Hanya dalam waktu Sembilan belas bulan pula,
jalur visual dan auditoris bayi Keller mengirimkan informasi yang
diterima ke pusat saraf otak, meskipun belum sepenuhnya tersimpan dalam
memorinya. Casper dan Kate tidak pernah menyangka pula kegelapan dan
kesunyian hadir terlalu cepat bagi bayi mungil mereka karena umumnya
terjadi pada penderita lansia.
Tidak
ada yang tahu mengapa peristiwa itu terjadi, tetapi Helen Keller
terjadi menjadi buta dan tuli. Kebahagiaan musim semi di bulan Februari
yang penuh siulan burung robin dan mocking bird berubah menjadi
suram bagi bayi Hellen Keller. Demam yang dideritanya mendadak hilang di
suatu pagi indah dan membawa kebahagiaan bagi orang tuanya tetapi
mereka sama sekali tidak menyadari bahwa Keller kecil tidak lagi bisa
melihat dan mendengar.
“jika kita pernah melihat, maka hari itu seta apa yang telah ditunjukkannya adalah milik kita” Kata Keller dalam Bukunya The Story of My Life.
Hellen
keller bertumbuh menjadi seorang gadis yang meraba-raba mengunakan
tanggannya untuk mengkomunikasikan otaknya dengan dunia yang gelap bagi
mata dan sunyi bagi telinganya. Ia mendekati bunga mawar cantik di Ivy Green - rumah
pertanian keluarga Keller – dengan mengikuti baunya dan mengenalinya
dari daunnya. Meskipun mata dan telinganya tidak mengirim informasi,
tetapi somasensoris yang terdapat disekujur tubuhnya serta sensoris
olfaktori-nya rutin mengirimkan informasi ke otak dalam untuk membentuk
memorinya.
“Aku
ingat, banyak peristiwa terjadi di musim panas tahun 1887, yang terjadi
setelah bangkitnya jiwaku secara tiba-tiba. Yang kulakukan hanya
menjelajah dengan tanganku dan mempelajari nama setiap benda yang
kusentuh”
Tangan
dan hidungnya dapat menggantikan mata dan telinganya. Keller
menggunakan tangan dan penciumannya untuk mengenali setiap detail
lingkungan yang berada di sekitarnya. Kebisaan Keller untuk rutin
membentuk memori melalui jalur-jalur neuron yang masih berfungsi
disadari oleh kedua orantuanya dengan mendatangkan seorang perempuan
mudah – Anne Sulivan – untuk menjadi guru bagi putri mereka. Nona
Sulivan - begitu biasanya disebut – menggunakan berbagai media dan
menyetuhkannya ke tangan Helen dan mengejanya. Helen menyerap bahasa
melalui somatosensori yang ditangannya.
“Bahasa
tak terhapus dari otakku, meskipun untuk waktu yang lama tak seorang
pun mengetahuinya, termasuk diriku sendiri”. Kata Hellen dalam The Story Of My Life.
Lambat
laun dunia yang misterius bagi Helen mulai terungkap, ketika
neuron-neuron pada jalur somasensoris mulai rutin mengirimkan kata ke
dalam hipokampus di otaknya dan membentukan struktur pemikirannya. Nona
Sulivan melihat dengan matanya dan memindahkannya ke otak Helen Keller
melalui tangan.
“Dia mengaitkan pikiran-pikiranku yang paling dini dengan alam. Dia membuatku merasa
bahwa burung dan bunga adalah teman sebayaku yang bahagia. Sulivan
menyadari bahwa muridnya tidak hanya butuh pengetahuan tetapi juga
membutuhkan emosi agar sama dengan orang kebanyakan. Tidak bisa
mendengar dan melihat tidak berarti bahwa otak emosionalnya tidak harus
dibentuk. Sulivan tidak hanya mengajari Helen tentang alam, ia pun
memasukan pelajaran emosional tentang cinta untuk membentuk kepribadian.
Sulivan membentuk otak emosional Helen melalui setiap kata yang
dituliskan pada tangannya.
“Cinta
adalah sesuatu seperti awan yang berada di langit sebelum matahari
muncul. Kamu tidak dapt menyentuh awan, tetapi kamu dapat merasakan
hujan dan kamu tahu betapa senangnya bunga dan bumi yang haus
mendapatkan hujan setelah hari-hari yang panas” Sulivan mengejanya
kalimat itu melalui tangan Helen. Kata-kata itu dikirimkan neuron-neuron
melalui thalamus kemudian ke korteksi sensoris dan disimpan di dalam
amigdala, suatu area kecil di otak depan yang berbentuk mirip dengan
buah kenari (Almond Joy). Sulivan mungkin tidak menyadari
pentingnya area otak ini untuk perilaku emosional atau jalur-jalur
memori emosional yang terjadi didalam otak tetapi yang dilakukannya
hanya menumbuhkan emosi muridnya.
Sulivan
membentuk kognisi dan emosi Hellen Keller dengan menggunakan sensoris
yang sulit dibayangkan betapa susahnya. Semua kita melihat, mengalami
dan menyimpan memori emosional dengan sempurna melalui indera visual dan
auditoris tetapi Hellen Keller merasakannya melalui sensoris di
kulitnya.
“Yang kupelajari dan diajarkan padaku rasanya tidak begitu penting dibandingkan cinta dan kemurahan buku-buku”
Helen
dan Sulivan belajar selama bertahun-tahun untuk membentuk pengetahuan
dan kepribadian Helen. Hingga akhirnya, ia bisa membaca dengan
huruf-huruf timbul. Lambat laun pula interkoneksi antar neuron-neuron
pada jalur somasensoris mengalami penebalan gray matter dan
meningkatkan interkoneksi untuk mempercepat transmisi informasi ke otak.
Jalur-jalur neuron ini semakin lama semakin kuat dan sensitif sehingga
bisa menggantikan fungsi mata dan telinga bagi Hellen.Yang dilakukan
oleh Sulivan adalah membentuk jalur neuron yang lain untuk menggantikan
mata dan telinga agar muridnya bisa belajar. Keteguhan dan kreativitas
Sulivan adalah cermin dari sosok pendidik yang ideal.
Benar
kata pepatah, “banyak jalan ke roma”, demikian pula banyak cara yang
dapat dilakukan oleh seseorang untuk belajar. Helen menyadari bahwa
pendidikan adalah sesuatu yang penting bagi kekurangannya. “Aku bahagia
sepanjang hari karena pendidikan telah menghadirkan cahaya dan musik ke
dalam jiwaku”. Helen bertumbuh menjadi seorang pebelajar yang haus akan
pengetahuan. Ia mempelajari berbagai macam hal seperti layaknya manusia
normal. Keterbatasannya tidak lagi menjadi penghalang bagi dirinya untuk
belajar.
Helen
mulai belajar bicara pada tahun 1890 setelah sebelumnya bisa menulis.
Ia berkeinginan untunk menyuarakan bunyi-bunyi yang tertanam dalam
benaknya. Helen berkata “ tak satupun anak tuna-rungu yang telah
berusaha keras mengucapkan kata-kata yang belum pernah ia dengar bisa
melupakan kebahagiaan itu.
Hellen Keller menulis buku pertamanya dengan judul The King Frost (1891). Ia belajar bahasa Perancis, Jerman, Yunani dan Latin lewat Braille. Pada usia 20 tahun, ia kuliah di Radcliffe College, cabang Universitas Harvard
khusus wanita. Annie menemani Hellen untuk membacakan buku pelajaran,
huruf demi huruf lewat tangan Helen dalam huruf Braille. Hanya 4 tahun,
Helen lulus dengan predikat magna cum laude.
Helen Keller meninggal di Easton, Connecticut, 1 Juni 1968 pada umur 87 tahun) adalah seorang penulis, aktivis politik dan dosen Amerika. Ia menjadi pemenang dari Honorary University Degrees Women's Hall of Fame, The Presidential Medal of Freedom, The Lions Humanitarian Award, bahkan kisah hidupnya meraih 2 piala Oscar. Ia menulis artikel serta buku-buku terkenal, diantaranya The World I Live In dan The Story of My Life (diketik dengan huruf biasa dan Braille), yang menjadi literatur klasik di Amerika
dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa. Ia berkeliling ke 39 negara untuk
berbicara dengan para presiden, mengumpulkan dana untuk orang-orang
buta dan tuli. Ia mendirikan American Foundation for the Blind dan American Foundation for the Overseas Blind.
Dalam bukunya The Story of My Life, Helen menulis:
:”
empat hal yang perlu dipelajari dalam hidup adalah berpikir tentang,
mencitai dengan tulus, melakukan setiap perbuatan dengan niat mulia,
mempercayai Tuhan tanpa keraguan”.
*) dari berbagai sumber
**) Novie SR
Komentar
Posting Komentar